Aksara, Basa, lan Sastra Bali

"Om Swastyastu, swasti prapta aturang titiang majeng ring para sameton blogger sami, durusang macecingak ring blog titiang, pinaka anggen jalaran masadu wirasa, mogi-mogi wenten pikenohnyane"

Senin, 21 Oktober 2013

Teknik-Teknik Evaluasi Hasil Belajar



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Menurut Wand dan Brown, "evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu" (Nurkancana dan Sunartana, 1990: 11). Selain itu, Rasyid dan Mansur (2008: 3) mendefinisikan evaluasi adalah proses  mengumpulkan informasi  untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Dengan evaluasi, guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa. Yang lebih penting lagi, hasil evaluasi diharapkan  dapat mendorong pendidik untuk mengajar lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi, evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan pendidik untuk meningkatkan proses belajar mengajar.
Menurut pendapat Hamalik (2006: 159), evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kirtpatrick (1998) menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam pembelajaran, yaitu pengetahuan yang dipelajari, ketrampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu diubah (dalam Rasyid dan Mansur, 2008: 3). Namun, untuk keperluan evaluasi diperlukan teknik evaluasi yang bervariasi dan tepat tujuan.
Guru sebagai evaluator hendaknya mengetahui dan memahami hakikat teknik-teknik evaluasi yang dapat digunakan dalam mengukur dan menilai hasil belajar. Karena melalui mengukur, seorang guru akan memperoleh data kuantitatif terhadap hasil belajar siswa. Hasil tersebut dapat diketahui melalui angka-angka yang diperoleh dalam pengukuran masing-masing siswa dengan berpatokan pada suatu ukuran. Selain itu, juga dapat dilakukan melalui sebuah penilaian, yaitu siswa dinilai berdasarkan angka-angka yang diperolehnya; bersifat kualitatif.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana prinsip-prinsip dasar evaluasi hasil belajar?
2.      Bagaimana ciri-ciri evaluasi hasil belajar?
3.      Bagaimana ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik sebagai obyek evaluasi hasil belajar?
4.      Bagaimana langkah-langkah pokok dalam evaluasi hasil belajar?
5.      Ada berapa macam teknik evaluasi hasil belajar?

1.3    Tujuan 
Dalam tujuan pembahasan makalah ini diharapkan dapat mengetahui dan memahami:
1.      prinsip-prinsip dasar evaluasi hasil belajar;
2.      ciri-ciri evaluasi hasil belajar;
3.      ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik  sebagai obyek evaluasi hasil belajar;
4.      langkah-langkah pokok dalam evaluasi hasil belajar; dan
5.      teknik-teknik evaluasi hasil belajar.





BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Prinsip-prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
Menurut Sudijono (2008: 30) evaluasi terhadap hasil belajar setidaknya mencakup dua hal, yaitu evaluasi pencapaian peserta didik terhadap tujuan khusus dan evaluasi pencapaian peserta didik terhadap tujuan umum pengajaran. Evaluasi hasil belajar dapat terlaksana jika menggunakan tiga prinsip dasar yakni: (1) prinsip keseluruhan, (2) prinsip kesinambungan, dan (3) prinsip objektivitas. Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dalam rangka menilai ketercapaian peserta didik terhadap indikator atau kriteria yang telah ditentukan disebut evaluasi hasil belajar.
Menurut Depdiknas (2007: 4), penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.      Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2.      Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3.      Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4.      Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5.      Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6.      Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7.      Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8.      Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9.      Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya

2.2 Ciri-ciri Evaluasi Hasil Belajar
Mengacu dari teori yang dikemukakan oleh Sudijono, ciri-ciri evaluasi hasil belajar dibedakan atas lima, yaitu sebagai berikut.
1.      Evaluasi dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik, pengukuran tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi hanya didasarkan pada indikator-indikator atau gejala-gejala yang nampak. Oleh karena itu, masalah ketepatan alat ukur yang digunakan (valid) menjadi masalah tersendiri.
2.      Pengukuran dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran kuantitatif atau angka-angka.
3.      Kegiatan evaluasi hasil belajar pada umumnya digunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap.
4.      Prestasi belajar yang dicapai olih peserta didik dari waktu ke waktu setelah bersifat relatif, tidak akan menunjukkan kesamaan dan tergantung pada faktor-faktor, seperti peserta didik, penilai, dan situasi yang terjadi pada saat penilai berlangsung.
5.      Kegiatan hasil belajar sulit dihindari terjadinya kekeliruan pengukuran (error), yang disebabkan oleh (a) alat ukurnya (tidak valid dan realiabel); (b) penilai (faktor subyektif, kecenderungan nilai murah atau mahal, kesan pribadi terhadap peserta tes, pengaruh hasil yang lalu, kesalahan menghitung, suasana hati penilai); (c) kondisi fisik dan psikis peserta tes; dan (d) kesalahan akibat suasana ujian (suasana gaduh, pengawasan yang tidak baik dan sebagainya).


2.3 Ranah Kognitif, Ranah Afektif, Ranah Psikomotorik sebagai Obyek
      Evaluasi Hasil Belajar
Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.  Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Dalam paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes objektif. Sementara, penilaian dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.



2.4 Langkah-langkah Pokok dalam Evaluasi Hasil Belajar
Sekalipun tidak selalu sama, namun pada umumnya para pakar dalam bidang evaluasi pendidikan merinci kegiatan evaluasi ke dalam enam langkah pokok.
1.      Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan hasil belajar itu umumnya mencakup enam jenis kegiatan, yaitu sebagai berikut.
a.       Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi
Perumusan tujuan evaluasi hasil belajar itu penting sekali, sebab tanpa tujuan yang jelas maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah dan pada gilirannya dapat mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti dan fungsinya.
b.      Menetapkna aspek-aspek yang hendak dievaluasi. Misalnya apakah aspek kognitif, aspek afektif ataukah aspek psikomotorik.
c.       Memilih dan menentukan teknik yang akan digunakan dalam melaksanakan evaluasi, misalnya apakah evaluasi itu akan dilaksanakan dengan menggunakan teknik tes ataukah teknik nontes. Jika teknik yang akan dipergunakan itu adalah teknik nontes, apakah pelaksanaannya dengan menggunakan pengamatan (observasi), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket.
d.      Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penialain hasil belajar peserta didik, seperti butir-butir soal tes hasil belajar (pada evaluasi hasil belajar yang menggunakan teknik tes). Daftar check (check list), rating scale, panduan wawancara (interview guide) atau daftar angket (questionnaire), untuk evaluasi hasil belajar yang menggunakan teknik nontes.
e.       Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan untuk memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi. Misalnya apakah yang akan dipergunakan Penilaian Beracuan Patokan (PAP) ataukah akan dipergunakan Penilaian beracuan kelompok atau Norma (PAN).
f.       Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa kali evaluasi hasil belajar itu akan dilaksanakan).

2.      Menghimpun data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara atau angket dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check list, interview guide atau questionnaire (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik nontes).

3.      Melakukan verifikasi data
Data yang telah berhasil dihimpun harus disaring lebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang “baik” (yaitu data yang dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi) dari data yang “kurang baik” (yaitu data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).

4.      Mengolah dan menganalisis data
Mengolah dan menganilisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu maka data hasil evaluasi perlu disusun dan diatur demikian rupa sehingga “dapat berbicara”. Dalam mengolah dan menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik.



5.      Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
Penafsiran atau interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah barang tertentu mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.

6.      Tindak lanjut  hasil evaluasi
Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung di dalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.

2.5 Teknik-teknik Evaluasi Hasil Belajar
2.5.1 Pengertian Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Dalam KBBI, teknik diartikan sebagai sebuah model atau sistem mengerjakan sesuatu. Akan tetapi, istilah teknik dapat juga diartikan sebagai “alat”. Jadi dalam istilah teknik evaluasi hasil belajar terkandung arti alat–alat (yang digunakan dalam rangka melakukan) evaluasi hasil belajar.
Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan dalam mengevaluasi hasil belajar. Sedangkan yang dimaksud evaluasi hasil belajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengevaluasi proses hasil belajar mengajar.

2.5.2 Macam-macam Teknik Evaluasi Hasil Belajar                            
Menurut Arikunto (2002: 31) terdapat dua alat evaluasi, yakni teknik tes dan nontes. Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil belajar itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik. Sebaliknya, dengan teknik nontes maka evaluasi hasil belajar dilakukan tanpa menguji peserta didik.

2.5.2.1  Teknik Tes
1.      Pengertian Tes
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan (Nurkancana dan Sunartana, 1990: 34).  
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Rasyid dan Mansur (2008: 11), bahwa "tes merupakan salah satu cara menaksir besarnya tingkat kemampuan manusia secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang terhadap sejumlah stimulus atau pertanyaan." Oleh karena itu, agar diperoleh informasi yang akurat dibutuhkan tes yang handal.
Teknik tes menurut Indrakusuma dalam (Arikunto, 2002: 32) adalah “suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang di inginkan seseorang dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat”.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara, prosedur, atau alat yang sistematis dan objektif untuk mengevaluasi tingkah laku (kognitif, afektif, dan psikomotor) siswa atau sekelompok siswa berdasarkan nilai standar yang telah ditetapkan.
Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu:
(1)   untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu; dan
(2)   untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
Fungsi (1) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran, sedang fungsi (2) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu peserta tes.


2.      Bentuk Tes
Menurut Sudjana (2008: 35), tes hasil belajar dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut.
1)      Tes Lisan (Oral Test)
Tes lisan adalah suatu bentuk tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk bahasa lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan ataupun perintah yang diberikan. Tes lisan dapat digunakan untuk mengetahui taraf peserta didik untuk masalah yang berkaitan dvengan kognitif, yaitu pengetahuan dan pemahaman. Tes lisan dapat berupa individual dan kelompok. Tes individual, yaitu suatu tes yang diberikan kepada seorang siswa, sedangkan tes kelompok, yaitu suatu tes yang diberikan kepada kepada sekolompok siswa secara bersamaan.

2)      Tes Tertulis (Written Test)
Tes tertulis adalah suatu tes yang menuntut siswa memberikan jawaban secara tertulis. Tes tertulis dapat dibedakan menjadi tes esai atau uraian dan tes objektif.
a.      Tes Uraian
Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini siswa dituntut untuk mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Tes uraian layaknya tes yang lain, memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri.
Adapaun keunggulan pemakaian tes uraian, yaitu:
(1)   dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
(2)   dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa;
(3)   dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis;
(4)   mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving); dan
(5)   mudah membuat soalnya sehingga guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa.

Adapun kelemahan tes uraian, yaitu:
(1)   sampel tes sangat terbatas, karena tidak dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan;
(2)   sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam memerikasanya; dan
(3)   tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksanya memerlukan waktu yang lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif banyak.

            Bentuk tes uraian dibedakan atas (a) uraian bebas (free essay), (b) uraian terbatas, dan (c) uraian berstruktur.
a)      Uraian Bebas
            Dalam uraian bebas, jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Contoh pertanyaan bentuk uraian bebas, misalnya "Manut sameton, punapi sane mawasta basa Bali?"
            Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk:
(1)    mengungkap pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya;
(2)    mengupas suatu persoalanyang kemungkinan jawabannya beranekaragam sehingga tidak ada satu pun jawaban yang pasti.
(3)    Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau dimensinya.
Kelemahan dari tes uraian bebas adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bisa bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilainya.
b)     Uraian Terbatas
Dalam bentuk uraian terbatas, pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan bisa dari segi (a) ruang lingkupnya, (b) sudut pandang menjawabnya, dan (c) indikator-indikatornya. Contoh pertanyaan uraian terbatas, misalnya "Indayang sambatang tiga tetujon malajahin basa Bali!"
Dilihat dari keterbatasa pertanyaannya, maka tes ini jauh lebih mudah dan tepat dalam mengevaluasi jawaban siswa, karena kriteria jawaban yang benar telah diketahui oleh guru.
c)      Uraian Berstruktur
Bentuk tes uraian yang ketiga adalah tes uraian berstruktur. Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara soal-soal objektif dan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan serangkaian soal jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawabnya. Soal yang berstruktur berisi unsur-unsur (a) pengantar soal, (b) seperangkat data, dan (c) serangkaian subsoal. Adapun contoh uraian berstruktur adalah sebagai berikut.
Indayang uratiang pupuh ring sor!
Eda ngaden awak bisa,
depang anake ngadanin,
geginane buka nyampat,
anak sai tumbuh luu,
ilang luu buke katah,
yadin ririh,
liu enu paplajahan.

Pitaken:
a)      Punapi wastan pupuh ring duur?
b)      Indayang sambatang padalingsa sane ngwangun pupuh ring duur!

b.      Tes Objektif
Tes objektif  adalah  tes  tertulis  yang  menuntut  siswa  memilih  jawaban  yang telah  disediakan  atau  memberikan  jawaban  singkat.  Tes  ini  digunakan  untuk  mengukur penguasaan  siswa  pada  tingkatan  batas  tertentu.  Ruang  lingkupnya  cenderung  luas. Tes  ini  terdiri  atas  beberapa  bentuk  soal,  antara  lain  meliputi  (a) jawaban singkat, (b) benar-salah,  (c) menjodohkan, dan (d) pilihan ganda.
a)      Bentuk Soal Jawaban Singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai benar atau salah. Tes bentuk soal jawaban singkat cocok untuk mengukur pengetahuan yang berhubungan dengan istilah terminologi, fakta, prinsip, metode, prosedur, dan penafsiran data yang sederhana. Ada dua bentuk soal jawaban singkat, yaitu (1) bentuk pertanyaan langsung dan (2) bentuk pertanyaan tidak lengkap.
Adapun contoh pertanyaan langsung, misalnya "Bebaosan widang resmi sane unteng bebaosannyane mapaiketan ring kadharman kabaos?" (dharma wecana), dan contoh pertanyaan tidak lengkap, misalnya "Titiang sampun . . . . . . Ida jinah dibi semeng (ngaturin).
Melihat karakteristik soal jawaban singkat tersebut, maka keunggulanbentuk soal ini, yaitu:
(1)   menyusun soal relatif mudah;
(2)   kecil kemungkinan siswa memberi jawaban dengan cara menebak;
(3)   menuntut siswa untuk dapat menjawab dengan singkat dan tepat; dan
(4)   hasil penilaiannya cukup objektif.

Adapun kelemahan yang dimiliki soal jawaban singkat, yaitu:
(1)   kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi;
(2)   memerlukan waktu yang agak lama untuk mengevaluasi meskipun tidak selama bentuk uraian;
(3)   menyulitkan pemeriksaan, apabila jawaban siswa membingungkan pemeriksa.

b.      Bentuk Soal Benar-Salah (True-False)
Bentuk soal benar-salah adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pernyataan. Sebagian pernyataan merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah. Pada umumnya, bentuk soal benar-salah dapat diapakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, definisi, dan prinsip. Jawaban yang diharapkan dapat diarahkan untuk memberi tanda silang (X), memberikan tanda rumput (√), atau menulis salah satu huruf (B atau S) untuk jawaban yang dianggap tepat.
Adapun contohnya sebagai berikut.
No.
Pernyataan
Jawaban
B*
S*
1.
Panak kambing madan wiwi. (B)


2.
Seket imbuhin buin limolas dadi lebak. (S)


3.
Don biu ane tuh madan kraras. (B)



Keterangan:
B*       : Benar (Beneh/Patut dalam bahasa Bali).
S*        : Salah (Pelih/Iwang dalam bahasa Bali).

Adapun keunggulan dari bentuk soal ini, yaitu:
(1)   pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif; dan
(2)   soal dapat disusun dengan mudah.

Adapun kelemahan dari bentuk soal ini, yaitu:
(1)   kemungkinan menebak dengan benar jawaban setiap soal adalah 50%.
(2)   Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi karena hanya menuntut daya ingat dan pengenalan kembali.
(3)   Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan (benar-salah).

c.       Bentuk Soal Menjodohkan
Bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan pilihan ganda. Perbedaannya adalah pilihan ganda terdiri atas stem dan option,
kemudian test
ee tinggal memilih salah satu option yang diberikan. Sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan
jawaban yang keduanya disusun pada dua kolom yang berbeda. Kolom sebelah
kiri menunjukkan kumpulan soal dan kolom sebelah kanan menunjukkan
kumpulan jawaban. Jumlah alternatif jawaban harus dibuat lebih banyak
dari jumlah soal
untuk mengurangi kemungkinan siswa menjawab betul dengan menebak.
Kelompok A

Kelompok B

1.
Basa alus taluh
(c)
a.
lemlem
2.
Panak jaran
(e)
b.
busung
3.
Don jaka ane nguda
(g)
c.
adeng
4.
Muanne kembang
(a)
d.
rijasa
5.
Isite ngembang
(d)
e.
bebedag



f.
kunyali



g.
ambu







Adapun keunggulan bentuk soal menjodohkan, yaitu:
(1)   penilaian dapat dilakukan dengan cepat dan efektif;
(2)   tepat digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi; dan
(3)   dapat mengukur pokok bahasan yang luas.

Terlepas dari hal itu, bentuk soal menjodohkan juga memiliki kelemahn, yaitu:
(1)   hanya dapat mengukur hal-hal yang berdasarkan fakta dan hafalan; dan
(2)   sukar untuk menentukan pokok bahasan yang mengukur hal-hal berhubungan.

d.      Bentuk Soal Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar dan paling tepat.  Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda terdiri atas:
-          stem           : pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang    
                    akan ditanyakan;
-          option        : sejumlah pilihan atau alternatif jawaban;
-          kunci         : jawaban yang benar dan paling tepat; dan
-          distractor   : jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.
(pengecoh) (Sudjana, 2008: 48).
Adapun contoh soal pilihan ganda sebagai berikut.
            Basa Bali sane kanggen mabaos majeng ring anak sane durung kenal utawi matiang-jero kawastanin . . .
a.       basa andap
b.      basa alus                
c.       basa kasar
d.      basa madia

Adapaun keunggulan soal pilihan ganda, yaitu:
(1)   materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan pengajaran yang telah diberikan;
(2)   jawaban dapat dikoreksi (dievaluasi) dengan mudah dan cepat dengan kunci jawaban; dan
(3)   jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau salah sehingga penilaiannya bersifat objektif.
Terlepas dari itum kelemehan tes ini, yaitu:
(1)   kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban sangat besar;
(2)   daya nalar siswa kurang;
(3)   proses berpikir siswa tidak dapat dilihat secara nyata; dan
(4)   cenderung menyusun soal lebih sulit dan  lama.

3.      Tes Tindakan atau Perbuatan (Performance Test)
Tes perbuatan adalah bentuk tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Peserta didik bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Misalnya, "Indayang tembangang pupuh Sinom ring ajeng!"
2.5.2.2  Teknik Nontes
Hasil belajar selain dievaluasi melalui teknik tes, dapat juga dievaluasi melalui teknik nontes. Kenyataan di lapangan adalah guru cenderung lebih banyak menggunakan teknik tes dalam melakukan evaluasi hasil belajar siswa, dibandingkan dengan teknik nontes.
Evaluasi dengan menggunakan teknik tes hanya mengacu pada aspek-aspek kognitif (pengetahuan) berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Jika dibandingkan dengan teknik tes, teknik nontes jauh lebih komprehensif, dalam artian dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai aspek dari individu atau kelompok siswa sehingga tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja, tetapi juga pada aspek yang lain seperti afektif dan psikomotor. Adapun jenis teknik nontes yang dimaksud, yaitu wawancara, kuesioner, skala, observasi, studi kasus, dan sosiometri.

1.      Wawancara
Wawancara suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informsi yang hendak digali. Wawancara dibagi dibedakan atas dua kategori, yaitu pertama, wawancara berstruktur, yaitu wewancara yang dilakukan dengan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan lebih awal sebelum menanyakannya kepada siswa. Kedua, wawancara bebas (tak berstruktur), yaitu wawancara yang dilakukan tanpa mempersiapkan pertanyaan lebih awal, namun pewawancara bebas dan secara langsung bertanya kepada siswa terkait materi tertentu.

2.      Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan kuesioner tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota keluarganya.
Ditinjau dari segi cara menjawab maka kuesioner terbagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai. Sedangkan kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan jawaban dan pendapatnya secara terperinci sesuai dengan apa yang ia ketahui.

3.      Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai sikap, minat, perhatian, dan sebagainya, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentung rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Skala dapat dibedakan menjadi dua, yaitu skala pendidikan (rating scale) dan skala sikap.
a.      Skala pendidikan
Mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai terendah. Rentangan dapat dalam bentuk huru (A, B, C, D, E), angka (4, 3, 2, 1, 0), atau 10, 9, 8,  7, 6, 5. Sedangkan rentangan kategori bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang, kurang.
b.      Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek terlalu. Hasilnya berupa kategori sikap,  yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral.  Ada tiga komponen sikap yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.
Skala sikap yang sering digunakan yaitu skala Likert. Dalam skala ini, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik penyataanpositif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, atau sangat tidak setuju.

4.      Observasi
Observasi atau pengamatan digunakan untuk mengukur tingkah laku siswa atau sekelompok siswa. Melalui pengamatan dapat diketahui bagaimana sikap dan perilaku siswa, kegiatan yang dilakukannya, tingkat partisipasi dalam suatu kegiatan, proses kegiatan yang dilakukannya, kemampuan, bahkan hasil yang diperoleh dari kegiatannya.
Ada tiga jenis observasi, yaitu (a) observasi langsung, (b) observasi dengan alat (tidak langsung), dan (c) observasi partisipasi. Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat. Observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan alat pengamatan. Observasi partisipasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan melibatkan diri dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.

5.      Studi Kasus
Studi kasus digunakan untuk memperoleh data mengenai pribadi siswa secara mendalam dalam kurun waktu tertentu. data yang dikumpulkan merupakan kasus yang dialami oleh siswa. Pada umumnya kasus-kasus yang menjadi permasalahan, yaitu kegagalan belajar, tidak dapat menyesuaikan  diri, gangguan emosional, frustasi, dan sering membolos serta kelainan-kelainan perilaku siswa. Data hasil penilaian melalui alat-alat penilaian tersebut sangat bermanfaat, baik bagi guru maupun bagi siswa, dalam upaya memperbaiki proses dan hasil belajar-mengajar di sekolah.
6.      Sosiometri
Sosiometri digunakan untuk memperoleh data mengenai hubungan sosial siswa di kelasnya atau dalam kelompoknya.
Selain teknik tes tesebut di atas, dilihat dari tujuannya, tes dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.



1.      Tes Kecepatan (Speed Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testee) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaan yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab atau menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya. Tes yang termasuk kategori tes kecepatan misalnya tes intelegensi, dan tes ketrampilan bongkar pasang suatu alat.

2.      Tes Kemampuan (Power Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang dievaluasi bisa berupa kognitif maupun psikomotorik. Soal-soal biasanya relatif sukar menyangkut berbagai konsep dan pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk mencurahkan segala kemampuannya baik analisis, sintesis dan evaluasi.

3.      Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian (formatif) maupun tes akhir semester (sumatif) bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu. Makalah ini akan lebih banyak memberikan penekanan pada tes hasil belajar ini.

4.      Tes Kemajuan Belajar (Gains/Achievement Test)
Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan adalah tes untuk mengetahui kondisi awal testee sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testee setelah pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan post-tes.


5.      Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah evaluasi yang ditujukan untuk menelaah kelemahan-   kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.
Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami peserta didik berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya. Tes diagnostik memerlukan sejumlah soal untuk satu bidang yang diperkirakan merupakan kesulitan bagi peserta didik. Soal-soal tersebut bervariasi dan difokuskan pada kesulitan.
Tes diagnostik biasanya dilaksanakan sebelum suatu pelajaran dimulai. Tes diagnostik diadakan untuk menjajaki pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang telah dikuasai mereka, apakah peserta didik sudah mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu yang diperlukan untuk dapat mengikuti suatu bahan pelajaran lain. Oleh karena itu, tes diagnostik semacam itu disebut juga test of entering behavior.

6.      Tes  Selektif
Tes  selektif adalah evaluasi yang digunakan untuk memilih siswa yang paling    tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.

7.      Tes  Penempatan
Tes penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa.
Pada umunya tes penempatan dibuat sebagai prates (pretest). Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program
belajar dan sampai di mana peserta didik telah mencapai tujuan
pembelajaran (kompetensi dasar) sebagaimana yang tercantum dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mereka. Dalam hubungan dengan tujuan
yang pertama masalahnya berkaitan dengan kesiapan siswa menghadapi
program yang baru, sedangkan untuk yang kedua berkaitan dengan 
kesesuaian program pembelajaran dengan siswa.

8.      Tes  Formatif
Tes formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar.
Tes formatif dimaksudkan untuk memantau kemajuan belajar siswa selama proses belajar berlangsung, untuk memberikan balikan (feed back) bagi
penyempurnaan program belajar-mengajar, serta untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan yang memerlukan perbaikan, sehingga hasil belajar-mengajar menjadi lebih baik. Soal-soal tes formatif ada yang mudah dan ada pula yang sukar, bergantung kepada tugas-tugas belajar (learningtasks) dalam program pengajaran yang akan dinilai. Tujuan utama tesformatif adalah untuk memperbaiki proses belajar, bukan untuk menentukan tingkat kemampuan anak. Tes formatif sesungguhnya merupakan criterion-referenced test. Tes formatif
yang diberikan pada akhir satuan pelajaran sesungguhnya bukan sebagai tes formatif lagi, sebab data-data yang diperoleh akhirnya digunakan untuk menentukan tingkat hasil belajar siswa. Tes tersebut lebih tepat disebut sebagai subtes sumatif. Jika dimaksudkan untuk perbaikan proses belajar, maka maksud itu baru terlaksana pada jangka panjang, yaitu pada saat penyusunan program tahun berikutnya

9.      Tes  Sumatif
Tes sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan belajar siswa. Tes sumatif diberikan saat satuan pengalaman belajar dianggap telah selesai.
Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk menetapkan apakah seorang siswa berhasil mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan atau
tidak. Tujuan tes sumatif adalah untuk menentukan angka berdasarkan
tingkatan hasil belajar siswa yang selanjutnya dipakai sebagai angka rapor. Ujian akhir dan ulangan umum pada akhir semester termasuk ke dalam tes sumatif.
Hasil tes sumatif jga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses pembelajaran. Tes sumatif termasuk norm-referencedtest. Cakupan materinya lebih luas dan soal-soalnya meliputi tingkat mudah, sedang, dan sulit.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN


3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai beikut.
Prinsip-prinsip evaluasi hasil belajar terdiri atas sembilan, yaitu sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel.
Ciri-ciri evaluasi hasil belajar yaitu evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil belajar, pengukuran secara kuantitatif, kegiatan evaluasi menggunakan unit dan satuan yang lengkap, prestasi belajar yang dicapai bersifat relatif, dan hasil belajar sering terjadi kekeliruan pengukuran (error).
Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.  Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.
Langkah-langkah pokok dalam evaluasi hasil belajar terdiri atas enam langkah, yaitu menyusun rencana evaluasi hasil belajar, menghimpun data, melakukan verifikasi data, mengolah dan menganalisis data, memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan, dan tindak lanjut hasil evaluasi.
Secara umum, teknik evaluasi hasil belajar dapat kelompokkan menjadi dua, yaitu teknik tes dan nontes. Teknik tes meliputi (1) tes lisan, (2) tes tulisan, dan (3) tes tindakan. Teknik nontes, berbentuk wawancara, kuesioner, skala, observasi, studi kasus, dan sosiometri.


Ditinjau dari segi tujuannya, tes dapat diklasifikasikan menjadi tes kecepatan, tes kemampuan, tes hasil belajar, tes kemajuan belajar, tes diagnostik, tes selektif, tes penempatan, tes formatif, dan tes sumatif.

3.2 Saran
Teknik-teknik evaluasi hasil belajar hendaknya diketahui dan dipahami oleh guru. Karena melalui sebuah evaluasi, guru mampu mengetahui semua aspek yang berkaitan dengan keberhasilan siswa dalam belajar. Dengan terbatasnya sumber pustaka,  sudah tentu makalah sederhana ini belum mampu menjabarkan teknik-teknik evaluasi hasil belajar seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan.